BPH;
Benign Prostatic hyperplasia atau pembesaran prostat jinak
Posted by WILL MCBROTO in BP
PENGERTIAN
1. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat
yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular.
Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi
yang dominan adalah hyperplasia (Long, 2006).
2. Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran
kelenjar prostat nonkanker (Basuki, 2000).
3. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah
penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Soeparman, 2000).
4. Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif
dari kelenjar prostat (secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan
berbagai derajat obstruksi uretra (Hardjowidjoto, 2000).
5. BPH adalah suatu keadaan dimana prostat
mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandungkemih dan menyumbat aliran
urin dengan cara menutupi orifisium uretra. (Schwartz, 2000).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia)
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat
mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
Prostatektomy adalah merupakan tindakan pembedahan bagian
prostat (sebagian / seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaiki
aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.
ANATOMI FISIOLOGI
Pada pria, beberapa organ berfungsi sebagai
bagian dari traktrus urinarius maupun sistem reproduksi. Kelainan pada
organ-organ reproduksi pria dapat menganggu salah satu atau kedua sistem.
Akibatnya, penyakit sistem reproduksi pria biasanya ditangani oleh ahli
urologi. Struktur dari sistem reproduksi pria adalah testis, vas deferen
(duktus deferen), vesika seminalis, penis, dan kelenjar asesori tertentu,
seperti kelenjar prostat dan kelenjar cowper (kelenjar bulbo-uretral). Organ
genetalia pria terdiri dari 6 komponen yaitu :
a. Testis dan epididimis
b. Duktus deferen
c. Vesikula seminalis
d. Duktus ejakulatorius dan penis
e. Prostat
f. Kelenjar bulbo-uretra
Gambar Prostat
Prostat adalah organ genetalia pria yang
terletak di sebelah interior buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra
posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 3 x 4 x 2,5 cm dan
beratnya 20 gram. Sebagian prostat mengandung kelenjar grandular dan sebagian
lagi otot involuter dan menghasilkan suatu cairan yang di sebut semen, yang
basa dan mendukung nutrisi sperma. Cairan prostat merupakan kurang lebih 25%
dari seluruh volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperlasia jinak atau
berubah menjadi kanker ganas dapat membantu uretra posterior dan mengakibatkan
obstruksi saluran kemih.
ETIOLOGI
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui
dengan pasti, ada beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan
proses yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal
dan testosteron dengan bantuan enzim 5α-reduktase diperkirakan sebagai mediator
utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor
untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan
bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor
komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan
sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa
sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan
bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi
peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat
bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada
hiperestrinisme, bagian inilah yang mengalami hiperplasia (Hardjowidjoto,2000).
Menurut Basuki (2000), hingga sekarang belum
diketahui secara pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa
hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnyahiperplasi prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon
testosteron dan estrogen pada usia lanjut
2. Peranan dari growth factor (faktor
pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena
berkurangnya sel yang mati
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi
proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi selstroma dan sel
epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
Pada umumnya dikemukakan beberapa teori yaitu
:
Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari
sel stem. Oleh karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan
hormon atau faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi
dengancepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
Teori kedua adalah teori Reawekering
menyebutkan bahwa jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat
embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya.
Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal
yang menyebutkan bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya
produksi testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi estrogen.
(Sjamsuhidayat, 2005).
PATOFISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ
genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus
uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa ± 20gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Basuki (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior
dan periuretra (Basuki, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa
pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen
karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Basuki (2000) menjelaskan bahwa
pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang
di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubahmenjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secaralangsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan
kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi
perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga
terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran
prostat sebenarnyadisebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,
tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatankontraksi detrusor. Secara garis
besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum,
leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah
terjadinya pembesaran prostat akan terjadiresistensi yang bertambah pada leher
vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini
dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan
serat detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar
diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor
ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan
berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Pada hiperplasi
prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala
obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat
sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus,
menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat
akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksiwalaupun belum penuh
atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi
meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu
saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin,sehingga tekanan
intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi
inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan
refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter danginjal, maka ginjal akan rusak
dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari
obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin
dalam vesika urinariamenjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluksmenyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat
digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi
disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga
mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan
(straining), kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang
yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan
yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih,
sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitasotot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi
(frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin
miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria)
(Mansjoer,2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005)
dibedakan menjadi 4 stadium:
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu
mengeluarkan urine sampai habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu
mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150
cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien
tampak kesakitan, urine menetes secara periodik (over flowin kontinen).
Menurut Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa :
Manifestasi dari BPH adalah peningkatan
frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen
tegang, volume urine yangturun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine
tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi
urine akut. Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah
ini :
1. Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
– Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam
rectum.
– Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam
rectum.
– Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam
rectum.
– Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam
rectum.
– Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam
rectum.
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari
setelah bangun tidur, disuruh kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
– Normal : Tidak ada sisa
– Grade I : sisa 0-50 cc
– Grade II : sisa 50-150 cc
– Grade III : sisa > 150 cc
– Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa
kencing
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH
antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran
kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan
infeksisaluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal
ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat
dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang
menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika
urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan
sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat,
2005).
PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam
penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran
klinisa.
1. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan
tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat
adrenoresptor alfa, seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah
efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses
hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan
untuk pemakaian lama.
2. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk
melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksiendoskopi melalui uretra (trans
uretra).
3. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat
dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga
reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan
terbuka.Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan
perineal.
4. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah
membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter
atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan
terbuka. Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan
pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan
obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000),
penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan:
1. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari
obat dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol,tiap 3 bulan kontrol keluhan,
sisa kencing dan colok dubur.
2. Medikamentosa
A. Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung
adrenoreseptor-α1, dan prostat memperlihatkanrespon mengecil terhadap agonis.
Komponen yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli- buli
secara primer diperantarai oleh reseptor alpha blocker. Penghambatan terhadap
alfa telah memperlihatkanhasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap
gejala dan tanda BPH pada beberapa pasien.
Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan
waktu paruhnya
B. Penghambat α5-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase
yang menghambat perubahan testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini
mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran
kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6
bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan
perbaikan gejala-gejala
C. Terapi KombinasiTerapi kombinasi antara
penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan
symptom score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang
mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang
berlangsung.
D. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan
dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama
beberapa tahun. Mekanisme kerjafitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan
keamanan fitoterapi belum banyak diuji.
3. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang,
hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi salurankemih berulang, divertikel
batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
1. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan
kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui
uretra
2. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui
insisi yang dibuat pada kandung kemih.
3. Prostatektomi Retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi
pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki
kandung kemih.
4. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal
melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum.
5. Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk
kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah
insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan keleher kandung kemih
pada kanker prostat.
4. Terapi Invasif Minimal
1. Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang
mikro yang disalurkan ke kelenjar prostatmelalui antena yang dipasang
melalui/pada ujung kateter.
2. Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced
Prostatectomy (TULIP)
3. Trans Uretral Ballon Dilatation(TUBD)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Soeparman (2000), pemeriksaan
penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :a. Laboratorium
1. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi saluran kemih.
2. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi
atau sekaligus menentukan sensitifitas kumanterhadap beberapa antimikroba yang
diujikan. b. Pencitraan1). Foto polos abdomenMencari kemungkinan adanya
batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan
buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
3. IVP ( Intra Vena Pielografi) Mengetahui
kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis,memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
4. Ultrasonografi ( trans abdominal dan trans rektal )
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume
buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti
difertikel, tumor.
5. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur
panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam
rektum
PERAWATAN SEBELUM DAN
SESUDAH PEMBEDAHAN
Persiapan Pre-Operatif
A. Tanda persetujuan secara tertulis, penderita
dan keluarga harus menyatakan persetujuan pembedahan (informed konsen).
B. Persiapan kulit
Daerah yang akan dicukur ditentukan, lebih
baik kalau pencukuran langsung dilaksanakan sebelum pembedahan. Penderita harus
dimandikan dan bersih malam sebelum pembedahan.
C. Diet
Penderia tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam pasien dipuasakan minum
cairan selama 8 jam sebelum pembedahan.
D. Cairan IV
Pemberian cairan intravena tidak diperlukan
pada berbagai kasus tetapi pada penderita yang lansia atau lemah perlu diberi
cairan penguat pada malam sebelum pembedahan.
E. Pengurangan isi perut
Pencahar dan enema kebanyakan dilaksanakan
pada pembedahan perut, pengosongan sebagian dari usus dilaksanakan pemberian
2-3 tablet dulcolax.
F. Pemberian obat-obatan
Premedikasi anastetik biasanya ditangani oleh
dokter ahli anastesi
G. Tes laboratorium
Penentuan BUN, kreatinin serum dan kalium serum, lab darah dan lain-lain.
I. Transfusi darah
Harus disiapkan bilamana perlu
J. Kandung kencing
Kateter folley digunakan pada pembedahan yang
lama lebih baik memasang kateter sesudah di bedah daripada sebelumnya.
Persiapan Pre-Operatif
A. Jenis pembedahan
Sehingga perawat dan dokter yang jaga
mengetahui persoalan yang dihadapi
B. Tanda-tanda vital
Tekanan darah, denyut nadi, respirasi, harus
dicatat tiap 15 menit sesudah operasi, tiap jam selam beberapa jam kemudian 4
jam hingga penderita sembuh
C. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
setiap hari
D. Aktivitas dan posisi
Posisi mula-mula telentang tetapi penderita
harus dimiringkan ke kiri atau ke kanan setiap 30 menit sementara ia tidak
sadarkan diri. Anjurkan menggerakan kaki secara aktif atau pasif setiap jam.
G. Makanan
H. Cairan intra vena (catat jenis cairan dan
kecepatan tetesan pemberiannya)
I. Pantau drain pada luka pembedahan bila ada
catat outputnya
J. Monitor kateter dan pengeluaran urinenya
K. Perawatan luka bersih pada daerah luka pasca
bedah
L. Pemberian antibiotic untuk menimimalkan
infeksi pasca operasi
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Purnomo. (2000). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam
Terbitan (KTD): Jakarta.
Hardjowidjoto, S. (2000). Benigna Prostat
Hiperplasi. Airlangga University Press: Surabaya
Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal
Bedah. Volume 1. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung, Indonesia
Schwartz, dkk, (2000). Intisari
Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor
: G. Tom Shires dkk, EGC: Jakarta.
Sjamsuhidayat, (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta: EGC
Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. FKUI: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.
Share this:
Disusun Oleh Zebbs Mcbroto //wills
mcbroto JrSeorang Perawat Lulusan SPK Metro 1995 / Ikatan Dinas 1997Saat Ini Bekerja di Puskesmas Puncowati/Terbanggi Besar /Lampung Tengah#diataslangitadalangitsatugurusatuilmudilaranggangguPengasuh Channel Youtube :Gudang keterampilan :
Link channelhttps://youtube.com/channel/UCBekTBtihyCetQLk96khGWwDuo Bidandari SyantieqLink channelhttps://youtube.com/c/DuoBidandariSyantieqMcbrotodevision